Kamis, 20 Mei 2010

In Memoriam Fraknlin JH Nanuwasa

Oleh M.Dahlan Abubakar

Sabtu lalu, dua hari sebelum kepergiannya yang abadi, Babe – begitulah Franklin JH Nanuwasa karib disapa – minta sesuatu kepada salah seorang karyawan hotel. Sederhana permintaannya. Dibawa keliling kota Makassar. Sang karyawan tak bermaksud membaca, isyarat apa yang bakal terjadi dengan permintaan Direktur Operasi Hotel Makassar Golden. Yang penting bagi sang karyawan adalah memenuhi permintaan Babe. Membawanya keliling kota. Selesai.
Setelah meninggal dunia, semuanya terungkap bahwa keinginan pria kelahiran Ambon 10 Desember 1952 itu dibawa keliling kota Makassar, boleh jadi isyarat bagi kepergiannya itu.
Babe mestinya berangkat ke Jerman bersama Ibu St.Zaenab, kawan karibnya di SMKN 8 Makassar. Di salah satu negeri gudang pemain bola tersebut, Babe dihajatkan mendampingi para siswa yang melaksanakan studi banding.
‘’Nanti saya menyusul berangkat,’’ begitu Babe menjawab permintaan Zaenab, seperti terungkap dalam pertemuan saya dengan beberapa karyawan Hotel Makassar Golden, Senin (17/5) menjelang tengah malam di gedung PKK Kota Makassar, tempat jasad Babe disemayamkan menjelang diterbangkan ke lokasi persemayamannya yang terakhir di Surabaya, Selasa pagi.
Sama halnya dengan keinginan berkeliling Kota Makassar, kalimat yang berbunyi ‘’saya akan menyusul berangkat’’ pun mengisyaratkan ‘keberangkatan’ Babe ke dunia yang lain. Manusia yang berencana, Tuhan yang menentukan.

Pelopor PSG

Babe, termasuk sosok yang tidak tergantikan oleh siapa pun dalam urusan kuliner di Makassar ini. Kepiawaiannya dalam urusan jasaboga semua orang akui. Sudah lima presiden Republik Indonesia yang bertandang ke Makassar urusan menunya dipercayakan kepada dia sebagai chef-nya.
Keandalannya dalam urusan kuliner, telah menggamit SMKN 8 Makassar menggaetnya sebagai – apapun namanya – yang menjadi inisiator pelaksanaan Program Sistem Ganda (PSG), yakni bentuk bagian kegiatan praktik para siswa di hotel berbintang di luar negeri menjelang mereka menyelesaikan pendidikannya. Saya termasuk sangat intens menerima informasi dari Babe ketika saya aktif sebagai wartawan Pedoman Rakyat, media tertua di Sulsel yang tiga tahun mendahului Babe.
‘’Ada lagi anak-anakku saya mau kirim,’’ begitu kalimatnya yang tak berobyek selalu dia ungkapkan dan membuat saya cenderung terus penasaran.
‘’Nanti pi saya kirim ke emailmu….,’’ dia segera menambahkan begitu rasa ingin tahu mulai ‘mendidih’.
Atas jasa-jasanya ini, banyak peserta PSG yang magang di berbagai hotel berbintang di luar negeri. Yang paling banyak di Singapura. Ada juga di London, Inggris, dan Belanda. Dia sangat bangga kalau anak didiknya memperoleh kepercayaan dan prestasi sebagai the best dalam pemilihan peserta magang terbaik di hotel-hotel tempat mereka PSG.
‘’Anak-anakku dapat prestasi bagus,’’ katanya lagi suatu saat, jika memperoleh kiriman surat elektronik dari anak didiknya yang magang di luar negeri.
Bagi saya sebagai wartawan, Babe memang selalu membuat surprise bagi saya. Dia agaknya mengerti betul selera informasi yang saya perlukan. Informasi yang dia berikan selalu yang terbaik. Tidak jarang malam-malam dia menelepon saya dari Hotel Makassar Golden.
‘’Di mana ko,’’ inilah pertanyaan yang sudah sangat klise buat saya. Tetapi jawabannya selalu menitipkan sesuatu yang membuat saya sangat penasaran. Pasalnya, Babe tidak suka menelepon jika tidak penting. Jadi, kalau saya mendengar pertanyaannya seperti itu, pertanyaan saya juga rada klise juga.
‘’Perkembangan apa lagi yang dialami anak-anak,’’ Tanya saya.
‘’Nanti kau singgah saja di hotel,’’ begitulah Babe mengakhiri setiap percakapan kami, yang berbuntut saya harus menemuinya di salah satu kamar, tempat dia hidup laying hingga akhir hayatnya. Namun, kamarnya tidak pernah sepi dengan anak didiknya yang magang di hotel.
Begitu saya muncul, tawaran pertama yang muncul pun sudah klise.
‘’Kau mau minum apa?,’’ berondongnya.
‘’Biasa… bir hitam,’’ kata saya berkelakar
‘’Tuh.. bikin sendiri. Itu ada gula di sana,’’ katanya sementara tangannya sibuk mengotak-atik komputer mencari file tulisan, informasi yang akan dia print buat saya.
Begitulah rutinitas komunikasi saya dengan Babe dalam kapasitasnya sebagai komunikator dan saya selaku komunikan menurut teori Ilmu Komunikasi. Komunikasi kami seperti ini terhenti setelah saya kurang aktif menulis berita sebelum tahun 2006.
Saya memperoleh info duka ini dari rekan Asdar Muis RMS, Senin malam. Sambil menunggu kendaraan pulang ke rumah dan untuk selanjutnya saya gunakan melayat Babe di gedung PKK, di mailing list, sudah marak sejumlah testimony dari teman-teman yang pernah berinteraksi dengan Babe.

Salah seorang teman yang juga akrab dengan Babe, Canny Watae menulis. "Saya teringat awal-awal kami udarakan program Menu Minggu Ini di Suara Celebes. Suatu kali Babe keasyikan tertawa setelah berinteraksi dgn penelpon. Habis ketawa Babe lupa pakai suara tante We Win....sempat Keluar mi suara aslinya satu dua kata di udara, baru dia tersadar sambil nutup mulut dengan telapak tangan ha..ha..ha... Langsung saya kasih masuk iklan... Babe, babe... Kini ia telah bahagia, mengakhiri sebuah pertandingan besar: kehidupan. "
Lain lagi kisah Nasrullah Nara, Kepala Biro Kompas Makassar (kini).
Nar menulis.
‘’Ketika Bandara Hasanuddin mulai dibuka sebagai bandara onal
internasional awal tahun 1990-an, yang ditandai dgn mendaratnya Silk Air (malaysia), almarhum Babe sempat tersenyum sinis ketika ditanya bagaimana lonjakan wisatawan ke Sulsel. "Apa? Lonjakan? Merambat saja susah, sudah tanya angka lonjakan," begitulah Babe menjawab seraya meloncat sekali untuk memeragakan apa bedanya antara melonjak dan merambat. Met jalan ya Be."

SyahriarTato Lacoste Full "turut berduka,dalam berbagai perjalanan PKK propinsi Sulawesi selatan keluar negeri,saya selalu sekamar dengan almarhum"

Fransiska Monica "Kenangan tak terlupakan, waktu diacaranya babe (menu minggu ini) ada ibu2 yg menang kuis. Sebagai hadiahnya babe buatkan kue dr resep yg hbs dibahas minggu itu yg kemudian dikirim ke sc utk ibu pemenang kuis. Krn tdk tau tu kue buat siapa, kami di ruang tengah dgn asyiknya memotong tu kue,..... Pas masuk mulut, tiba2 pak kamal ke lt 2 menyampaikan kalo di lt 1 ada ibu yg mau ambil kiriman kue dari babe alias tante we win. Dengan muka pucat kami mengembalikan kue yg sdh dipotong ke posisi semula n berterus terang ke ibu di lt 1. Hahaha..... Sorry n slamat jalan be. We lope u full."

Yonggris Lao "Selamat jalan babe.. Semoga kedamaian & terang kebenaran sll menerangi perjalanan spiritual mu.. We love u be.. We love u so much... "

Neny Rosnaini Nemhal "Turut berduka cita atas meninggalnya Babe, semoga beliau mndapat tempat yg layak di sisi_Nya, Amin....."

Rizwan Muchsin mengomentari foto Hendra Nick Arthur.
"teringat kalo liputan d kantor gubernur dan MGH, sosok ini selalu memberikan kue ke para wartawan secara sembunyi-sembuyi... selamat jalan MAESTRO KULINER MAKASSAR ...!!!"

Tulisan ini dimuat di Harian Tribun Timur Makassar, 19 Mei 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar