Senin, 03 Mei 2010

Pemerintah Global Tanpa Kasat Mata

Oleh M.Dahlan Abubakar
Wartawan Senior Sulsel

Kita tentu masih ingat dengan skandal Watergate pada awal tahun 1970-an yang membuat Richard Nixon terlempar dari kursi Presiden Amerika Serikat. Publik mungkin hanya tahu bahwa kejatuhan Nixon itu lebih karena kasus penyadapan rahasia yang dilakukan terhadap markas partai demokrat di sebuah tempat yang bernama Watergate.
Hingga kini, mungkin kita hanya mengetahui setidaknya tiga tokoh penting di balik terbongkarnya kasus tersebut. Tokoh utamanya adalah seorang yang mengaku bernama Mr Deep Throat, yang setelah 30 tahun teka-teki informan itu terpendam rapi akhirnya terbongkar juga. Dia tidak lain adalah Mark Felt, orang nomor dua di Biro Penyelidik Federal (FBI) Amerika Serikat.
Tokoh kedua dan ketiga adalah dua wartawan The Washington Post, Bob Woodward dan Carl Bernstein yang mengungkapkan rahasia itu. Keduanya benar-benar telah memegang rahasia tersebut begitu rapat dan rapi selama tiga dasawarsa. Woodward dan Bernstein membuka rahasia itu setelah Majalah Vanity Fair dan keluarga Felt terlebih dahulu mengungkapkan kepada publik peranan Felt sebagai informan utama kepada dua wartawan tersebut.
''Mark Felt adalah tokoh Deep Throat dan sangat membantu kami dalam liputan Watergate kami,'' kata Woodward dan Bernstein dalam pernyataan bersama mereka di situs The Washington Post.
Istilah Deep Throat sendiri diambil dari judul sebuah film terporno pada era awal 1970-an, yang menggambarkan permainan seksual secara oral. Dan, pengungkapan tokoh Deep Throat ini mengakhiri salah satu misteri politik dan jurnalistik terbesar dalam masa modern dan mengakhiri spekulasi para sejarawan dan politisi selama tiga dasawarsa terakhir mengenai siapa sesungguhnya orang yang dimaksudkan.
Majalah Vanity Fair dalam laporannya mengungkapkan, Felt, kini pensiunan berusia 91 tahun dan tinggal di Santa Rosa, California, menyatakan sendiri kepada majalah itu dan keluarganya bahwa dirinyalah Deep Throat itu. Mark Felt sendiri sudah meninggal dunia dalam usia 95 tahun, tiga tahun silam dan dianggap sebagai pahlawan Amerika.
Informasi tersebut menyetop pengetahuan kita mengenai kasus yang menggemparkan sejarah pemerintahan AS itu sampai di sini. Namun ternyata, yang berperan dalam kejatuhan Nixon adalah David Young, kepala Plumbers, kelompok mata-mata bersifat inter-agensi dengan mental ala Gestapo yang bekerja untuk Unit Penyelidikan Khusus Gedung Putih yang diciptakan Nixon sendiri di bawah John Ehrlichman. Young sebenarnya bekerja di bawah pendiri Bilderberg, yang tak lain adalah Henry Kissinger, yang duduk di Dewan Keamanan Nasional dan ‘menyadap’ Gedung Putih. Kaset rekamannya adalah pemantik kejatuhan Nixon.
Sepak terjang mantan Menteri Luar Negeri AS tersebut terungkap polos dan jelas dalam The Bilderberg Group yang ditulis Daniel Estulin. Buku yang best seller pada 49 negara ini mengisahkan bagaimana sepak terjang organisasi rahasia paling berpengaruh yang mengendalikan dunia saat ini tersebut.
Buku yang diterbitkan tahun 2009 (di Indonesia diterbitkan dan hak terjemahan oleh Daras Book Jakarta) ini merupakan kisah bongkar habis mengenai sepak terjang organisasi yang pertama kali dibentuk di salah satu hotel kota kecil Belanda, bernama Oosterbeek. Hotel yang menjadi tuan rumah pertemuan perdana itu kemudian menjadi stempel organisasi yang merupakan korporasi global para tokoh politik transnasional yang paling berpengaruh di negaranya masing-masing. The Bilderberg Group, kelompok Bilderberg.
Anggota-anggota terpilih dari kelompok ini antara lain:Bill Clinton, Paul Wolfowitz, Henry Kissinger, David Rockefeller, Zbigniew Brzezinski, Tony Blair, dan masih banyak lagi tokoh kepala negara, pebisnis, politikus, bankir, maupun jurnalis dari seluruh dunia. Sesuai lokasi pertemuan tahunan organisasi yang dimulai sejak 1954 hingga 31 Mei-3 Juni 2007, tercatat negara-negara pesertanya adalah Belanda, AS, Jerman Barat (kini Jerman), Denmark, Italia, Inggris, Turki, Swiss, Kanada, Swedia, Prancis, Denmark, Belgia, Austria, Norwegia, Skotlandia, Spanyol, Yunani, Finlandia, Portugal, Irlandia, dan Israel.
Mereka mengadakan pertemuan selalu memilih hotel mewah di suatu tempat di dunia ini dan merumuskan masa depan kemanusiaan menurut selera dan versi mereka. Pertemuan demi pertemuan – di mana pun – haram diliput oleh media. Untuk mengantisipasi kemungkinan menyelinapnya kaki tangan pers, sederet pengawal bersenjata lengkap berjejer sebelum pintu masuk lokasi pertemuan. Memotret lokasi pertemuan bagi seorang wartawan adalah aksi tabu. Tentangan dari para penjaga yang bermuka garang dan galak selalu menguntit ke mana pun se-sentimeter pun para pekerja bergerak di sekitar lokasi pertemuan ‘pemerintah global tanpa kasat mata’’ ini.
Pelacuran Jurnalistik
Bagi AS, organisasi ini selain menjatuhkan seorang presiden (Nixon), juga setidaknya berhasil ‘memilih’ presiden negara adikuasa itu, yakni Jimmy Carter dan Bill Clinton. Pada tahun 1972, sekelompok pria dengan status mencolok bersekutu dalam acara makan malam dengan W.Averell Harriman, pria tua agung dari Partai Demokrat, seorang anggota Bilderberg Group. Fokus diskusi mereka adalah membahas siapa sebenarnya yang kelak dipilih sebagai Presiden AS tahun 1976. Beberapa nama diambil, dan menempati urutan pertama adalah James Earl Carter, Gubernur Georgia yang akrab disapa Jimmy Carter.
Tahun 1973, Rockefeller mengundang Carter makan malam di London agar bisa mengenal Gubernur Georgia yang anak petani kacang itu dengan lebih baik. Singkatnya, seperti yang kita ketahui, Jimmy Carter terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat ke-39 pada tahun 1977. Sayang dia hanya mampu bertahan satu periode setelah dikalahkan oleh si bintang film koboi Ronald Reagan pada tahun 1981 dan memerintah AS selama dua periode.
Bilderberg pun berperan menaikkan Gubernur Arkansas, Bill Clinton menjadi Presiden AS ke-42 pada tahun 1993. Gubernur yang tidak terlalu popular ini, demikian istilah Daniel Estulen terhadap Clinton, menghadiri pertemuan Bilderberg pada tahun 1991 di Baden-Baden, Jerman.
‘’Mengapa North America Free Trade Agreement (NAFTA) adalah prioritas Bilderberg dan kelompok ini membutuhkan Anda,’’ kata David Rockefeller kepada Clinton. Setahun kemudian, Clinton terpilih sebagai Presiden AS.
Tidak hanya Clinton yang Berjaya, Tony Blair pun mampu diangkat kelompok ini menjadi Perdana Menteri Inggris. Blair menghadiri pertemuan kelompok ini tahun 1993, menjadi pemimpin partai tahun 1994, tiga tahun kemudian terpilih sebagai Perdana Menteri Inggris.
Bilderberg tidak hanya menyetir siapa yang hendak diangkat kepala pemerintah suatu Negara, tetapi juga mampu memegang raja media di AS. Media-media raksasa Amerika Serikat seperti The Washington Post dan New York Times dapat saja menghindar menurunkan berita mengenai Perang Irak yang menghangat pada tahun 2002 dengan memilih judul-judul berita tak menggigit secara serempak. Hal ini disebabkan, organisasi ini juga menanam wartawan di kedua media raksasa ini. Perilaku media seperti ini oleh Estulin disebut sebagai pelacuran jurnalistik.
Sepak terjang kelompok Bilderberg ini identik dengan praktik sebuah pemerintahan global yang menguasai hak hidup manusia sejagat. Praktik mereka berlangsung sangat teorganisasi secara tanpa kasat mata.
‘’Apakah Anda pernah berpikir bahwa nasib Anda, keluarga Anda, anak cucu Anda, bahkan semua orang yang Anda kenal telah ditentukan di meja pertemuan kaum imperialis,’’ tulis Daniel Estulin.
Daniel Estulin adalah seorang jurnalis investigasi kelahiran Rusia yang mengendus Bilderberg Group selama 15 tahun. Buku tentang grup ini sudah diterjemahkan ke dalam 29 bahasa dan diterbitkan di lebih dari 49 negara. Onlinejurnal.com menyebut Estulin menjadi duri bagi anggota Bilderberg Group ini.

Tulisan ini dimuat di Harian Fajar Makassar, Sabtu, 1 Mei 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar