Sabtu, 17 Oktober 2009

Derita TKI Dituduh ‘Selingkuhi’ Balita

Dalam penerbangan pulang dari Brunei Darussalam dengan pesawat Boeing 767 Royal Brunei, 1 Desember 2008, saya bertemu dengan salah seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang baru pulang dari Dubai, Uni Emirat Arab. Semula, saya kira dia TKI yang baru pulang dari Brunei Darussalam. Dia duduk di kursi nomor 42 F, tepat di sebelah lorong yang mengantarai saya dengan dia. Sebelum saya ajak dia bincang-bincang, saya sempat nguping hasil pembicaraannya dengan seorang teman TKI-nya yang di kursi dekat jendela. Saya jadi penasaran juga mendengar kisahnya. Saya pun mengajaknya berbincang-bincang.
Namanya Sulastri. Nama itu sempat saya sontek saat membantu mengisi kartu imigrasi. Dia kelahiran Purwakarta, di dekat Bendungan Jatiluhur. Dia baru setahun bekerja di Dubai, Uni Emirat Arab. Majikannya adalah seorang keturunan Lebanon asal Beirut. Keluarga ini baru dikaruniai 2 anak. Seorang berusia 4 tahun laki-laki, dan seorang lainnya masih bayi.
Saban hari pekerjaan Sulastri adalah membersihkan rumah, mengurus anak-anak majikannya, memasak, dan segala macam pekerjaan pembantu rumah tangga. Gaji yang diberikan 600 dinar sebulan. Tetapi yang dia terima hanya berkisar Rp 1,5 juta per bulan. Mungkin saja sisanya diberikan kepada agen perusahaan yang telah menempatkan dia ke majikan asal Lebanon itu.
Masalah kemudian muncul, karena sang majikan melihat anak laki-lakinya yang berusia 4 mulai bertingkah aneh. Anak yang belum tahu apa-apa itu mulai berulah nakal. Dia menciumi teman-temannya. Bingung dengan penyebab kelakuan anaknya itu, majikannya pun melayangkan tuduhan kepada Sulastri. Dialah yang dianggap jadi biang masalah. Sudah mengajarkan kelakuan tak senonoh itu. Tudingan yang paling kejam malah Sulastri dicurigai telah melakukan making love dengan balita itu. Sesuatu yang sangat mustahil dilakukan perempuan seusianya. Perempuan asal Purwakarta itu telah menyangkal. Tidak melakukan perbuatan laknat itu.
’’Masa mungkin saya berbuat macam-macam dengan anak di bawah umur. Mana ada gairah. Saya muslim, tidak ada gunanya saya salat setiap saatnya tiba,’’ kata Sulastri dalam penerbangan yang ’’mengambil masa’’ dua jam antara Bandar Seri Begawan-Jakarta itu.
Sulastri menerima berbagai siksaan atas tudingan yang dia sangkali. Dia pernah disekap di kamarnya selama majikannya pergi menjaga toko mereka, karena takut Sulastri melarikan diri. Makan pun seadanya. Bahkan yang diberikan adalah sisa-sisa mereka. Siksaan pun mulai dari kaki hingga muka. Boleh jadi, Sulastri beranggapan bahwa itulah cara majikannya mengusirnya dari rumah. Kalau pun diusir, sebut Sulastri, mestinya dapat dilakukan dengan baik-baik. Tetapi alasan seperti ini sudah bukan menjadi rahasia umum lagi di luar negeri, terutama di negara kawasan Teluk. Apalagi, kalau anak majikannya sudah remaja. Gampang sekali dijadikan biang untuk menuduh dan menuding TKI berbuat tak senonoh dengan anak majikan.
’’Lihat saja muka saya merah-merah, bekas siksaan majikan,’’ Sulastri menunjuk wajahnya yang sebagian terbungkus jilbab.
Tidak ada jalan lain bagi Sulastri, kecuali harus angkat kaki dari negara tersebut Itu pun tidak mudah. Sebab, uang sepeser pun tidak ada di kantongnya. Gaji sudah empat bulan tidak diberi. Mau melapor, selalu dalam keadaan terkurung di kamar. Diisolasi. Mungkin majikannya takut kalau anaknya mengulangi tudingan itu.
’’Bagaimana hingga bisa pulang?,’’ tanya saya.
’’Saya langsung dibelikan tiket ke Indonesia melalui Royal Brunei,’’ sahut Sulastri.
Meskipun dibelikan tiket untuk pulang, tetapi hati Sulastri tetap saja gamang. Masalahnya, uang di kantong nihil sama sekali. Lembaran uang Rp 20 ribu di dompetnya diambil. Jangankan yang lembaran kertas, uang receh pun digasaknya pula. Tidak ada uang sepeser pun di koceknya.
Karena mungkin takut dilapor ke orang Indonesia, majikannya sengaja membelikan tiket pesawat negara asing, Brunei Darussalam, Royal Brunei, yang terbang dari Abu Dhabi ke Bandar Seri Begawan baru melanjutkan ke Jakarta. Sulastri mengaku, dia meninggalkan Abu Dhabi, pukul 23.00 hari Minggu (30/11) dan tiba pagi di Bandar Seri Begawan keesokan harinya. Dia lalu menyambung dengan pesawat dari perusahaan yang sama dan satu pesawat dengan saya.
’’Bagaimana transportasinya dari Cengkareng ke Purwakarta?,’’ saya balik bertanya.
’’Saya tidak tahu, Pak. Katanya, dari Bandara Cengkareng sewa mobil sampai Rp 350 ribu,’’ kata perempuan yang kontraknya memang setahun di Dubai itu.
’’Mungkin itu kalau carter,’’ imbuh saya.
’’Nggak tahu juga. Saya tidak tahu bagaimana nanti,’’ katanya iba dan tak terasa pesawat mulai mengurangi ketinggiannya, tanda tak lama lagi akan mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

Naskah: M.Dahlan Abubakar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar