Sabtu, 17 Oktober 2009

Dapat Hadiah Mainan Cucu

Suatu hari saya terbang ke Jakarta, menggunakan pesawat Garuda siang. Kalau tidak salah, waktu itu saya akan menghadiri Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Hubungan Masyarakat Perguruan Tinggi Negeri/Swasta dan Dinas Pendidikan se-Indonesia di Bogor. Di atas pesawat saya bertemu dengan teman lama, Drs. Amal Natsir yang ketika itu menjabat salah satu badan di Provinsi Sulawesi Selatan.
Sembari menunggu jam tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, saya menghadiahkan Pak Amal Natsir sebuah buku kecil yang saya tulis berjudul ’’Berguru dari Keawaman’’. Buku ini, berisi kisah-kisah humor Prof.Dr.Ir.Radi A.Gany selama menjabat Bupati Wajo Sulawesi Selatan yang dikemas dengan gaya penulisan feature human interest (kisah menarik perhatian).
Usai menyerahkan buku itu, saya ke belakang, toilet. Seorang pramugari menghadang saya begitu muncul di pintu.
’’Pak, apa ini bukunya yang jatuh,’’ kata Pramugari itu dengan ramah.
’’Oh, iya, tetapi saya sudah hadiahkan kepada seorang teman saya,’’jawab saya kaget, karena ketika berdialog dengan Pramugari, tiba-tiba Pak Amal Natsir juga nongol di toilet sebelah kanan.
’’Nah, ini teman yang saya kasih hadiah buku ini,’’ jelas saya lagi.
’’Benar, saya dihadiahkan buku ini. Tetapi yang tulis beliau ini,’’ Pak Amal Natsir memberitahu. Rupanya buku itu terjatuh dari kantong jas Pak Amal Natsir ketika akan memasuki toilet, sehingga Pramugari itu memunggut dan sempat membacanya selama Pak Amal Natsir di kamar kecil.
‘’Memang kenapa, bukunya, Mbak,’’ kata saya.
’’Bukunya menarik dibaca ,’’ kata Pramugari itu.
’’Mau??? Ehhh.. sebentar, berapa kru pesawat semuanya?,’’ kata saya lagi.
’’Aduh... terima kasih banyak, Pak,’’ sahut Pramugari itu tak bisa menahan rasa gembiranya.
Hari itu, ternyata saya harus menghadiahkan buku tersebut 10 eksemplar kepada seluruh awak Garuda. Untung juga, saya membawa stok banyak. Rencananya akan dibagi-bagikan kepada teman-teman di Jakarta. Jika tidak ketemu, akan dihadiahkan kepada teman di Rakornas Humas nanti.
Saya kemudian menyerahkan 10 buku kisah humar, diiringi pandangan para penonton yang tiba-tiba saja menyaksikan pemandangan yang lain dalam sesi penerbangan hari itu.
’’Terima kasih, Pak Dahlan,’’ kata Pramugari yang lumayan juga manisnya itu, setelah 10 buku berpindah tangan.
’’Mbak, nanti mungkin bakal sering melihat yang punya foto ini (Pak Radi). Beliau selalu terbang dengan Garuda dan selalu duduk di depan (kelas bisnis). Sapa saja, sambil bercanda,’’ ujar saya lagi.
Setelah menjadi dermawan buku, saya mengisi sisa jam terbang dengan pulas. Ini kebiasaan saya kalau bepergian. Termasuk jika bepergian dengan kendaraan mobil dan juga kereta. Apalagi, hari itu saya tidak membaca buku bacaan cadangan.
Ketika pengumuman siap mendarat diumumkan, Pramugari yang menerima buku dari saya tadi – lupa namanya—muncul lagi di dekat saya yang kebetulan duduk di kursi nomor C, pinggir lorong .
’’Terima kasih, Pak Dahlan. Ini kami titip mainan buat cucunya,’’ kata Pramugari sembari menyerahkan berbagai model mainan anak-anak sekantong plastik tebal. Ya, mainan gambarnya yang ada di dalam buku ’belanja di udara’’ (shopping on board). Rupanya, awak Garuda itu membaca biodata di buku, kalau saya sudah punya dua cucu.
Saya hanya ucapkan terima kasih sembari menambahkan, mengapa harus repot segala. Sebab, membawanya juga – pikir saya – repot juga.
Apa boleh buat, begitu tiba di gedung terminal, mainan itu saya tumpuk di dalam koper. Ya, biar tidak banyak yang bergelantungan. Ya, inilah seni memperbanyak teman. ***

Cengkareng, tahun 2005.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar