Senin, 11 Januari 2010

Enrekang Cari Kontraktor CD

Sebagai pengusaha sejak tahun 1978 tidak lagi menggantungkan biaya dari orang tua, Ir La Tinro Latunrung memang layak menjadi contoh seorang bupati yang kreatif. Meski menyelesaikan pendidikan di Unhas terbilang lama -- delapan tahun --, namun sepuluh bersaudara ini pernah meraih predikat terhormat saat melaksanakan kuliah praktik di ITB.
‘’Saya pernah meraih juara I lomba praktik di ITB. Jsdi, kita harus bangga menjadi alumni Kampus Merah,’’ ujar La Tinro ketika menerima kunjungan kerja Rektor Unhas Prof.Dr.dr.Idrus A Paturusi yang meninjau kegiatan mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kecamatan Cendana dan Maipa, 6 Agustus.
La Tinro juga sukses melaksanakan program kerja periode pertamanya dengan baik. Kabarnya, dia berhasil mempermulus jalan hingga ke pelosok kampong dan desa. Langkah ini merupakan terobosan paling penting yang harus memperoleh prioritas program pemerintah. Masalahnya, terbukanya sarana perhubungan akan mampu menggerakkan ekonomi pedesaan. Lalu lintas transportasi produk perekonomian dan pertahian akan semakin lancer. Dan, yang paling penting adalah biaya yang dikeluarkan rakyat tidak kian membengkak.
Kits semakin tidak mengerti, mengapa selama ini para pemimpin tidak semua memikirkan kepentingan dan kebutuhan yang mendasar rakyatnya. Yang paling mendasar`yang diperlukan rakyat adalah terciptanya rasa aman, sarana transportaasi membaik, pertumbuhan ekonomi baik, dan interaksi antara pemimpin dengan rakyatnya dan antar-rakyat itu sendiri berjalan harmonis.
Dalam hal membangun jalan ini, beredar anekdot, La Tinro tidak mampu melaksanakan satu program yang sangat prestasius. Apa itu? Ternyata yang dimaksud adalah bagaimana meluruskan jalan-jalan di poros Enrekang-Tana Toraja yang berliku-liku dan meliuk-liuk itu. Tentu saja mustahil. Mana bisa meluruskan jalan raya yang memang sejak zaman Belanda memang kondisinya sudah begitu. Jangan berharap diluruskan, adanya saja jalan dengan berliku-liku itu sudah pantas disyukuri. Ini mengingat medan berbatu dan bergunung yang harus ditaklukkan untuk membikin jalan yang mengitari lereng Gunung Bambapuang itu.

Kontraktor CD
Ada satu kegagalan lain La Tinro yang sejak bupati-bupati sebelumnya juga belum pernah ditemukan solusinya. La Tinro sendiri mengakui itu. Kata dia, sudah enam tahun terakhir ini (termasuk tahun pertama periode kedua pemerintahannya), dia kelabakan dan pusing tujuh keliling mencari kontraktor dengan spesifikasi khusus dan sangat khas. Apa pula itu? Kontraktor celana dalam (CD).
Menurut alumni Unhas tahun 1984 ini, dia malu hati juga membiarkan Buntui Kabobong (bukit perempuan) itu dibiarkan tanpa busana. Meski gara-gara kondisinya yang original itu telah membuat bukit ‘’porno’’ itu menjadi obyek wisata. Ya, obyek wisata tak lazim, porno.
Maka, agar bukit itu bias tampil ‘sopan’ dan dapat menutup auratnya, La Tinro mengundang para kontraktor celana dalam untuk menjahitkan celana dalam. Kalau sudah bercelana, bukit itu jelas tidak akan porno lagi dan bisa menutup auratnya.
‘’Ternyata tidak ada kontraktor yang mampu dan berminat,’’ kelakar La Tinro, jebolan Jurusan Elektro Unhas yang mengaku pernah menjadi juara lomba panjat tiang listrik ini.
Upaya itu hingga kini tidak pernah berhasil. Guna menyiasati bukit tersebut, kata La Tinro, diusahakan menanam kembang yang pada saat tertentu warnanya merah. Hitung-hitung kini menambah atraksi. Namanya kembang sepatudea. Pemikirannya, kalau kembang itu mekar dan berwarna merah, dari kejauhan akan kelihatan merah pula. Itu tanda bahwa bukit tersebut sedang ‘berhalangan’, menyontek kodrat bulanan yang bertamu ke perempuan.

M.Dahlan Abubakar
Wartawan Senior Sulsel

Tidak ada komentar:

Posting Komentar