Minggu, 17 Januari 2010

Roy Marten dan Detoksifikasi Cepat

Oleh M.Dahlan Abubakar
Staf Pengajar Fakultas Sastra Unhas

Aktor kawakan Roy Marten ditangkap polisi ketika sedang pesta shabu-shabu di sebuah hotel di Surabaya, Selasa (13/11) dinihari. Ironisnya, dia ke Surabaya justru diundang Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk memberi testimoni. Di depan Kapolri Jenderal Sutanto dan Ketua Pelaksana Harian (Kalakhar) BNN Komjen Pol I Made Pangku Pastika, Sabtu (10/11), Roy menyampaikan pengakuan dosa sebagai salah seorang yang pernah tersangkut kasus naskoba. Yang sangat ironis lagi, Roy Marten malah ikut meneken nota kesepahaman (memorandum of understanding) yang menyatakan perang terhadap narkoba.
Begitu antara lain berita Harian Tribun Timur dan sejumlah koran lain di Makassar, Rabu(14/11). Ketika mendengar dan mengetahui Roy Marten kesandung narkoba lagi, saya tiba-tiba teringat suatu hari beberapa tahun silam. Hari itu, Prof. dr. A Husni Tanra, PhD, Sp An secara khusus mengajak saya untuk menyaksikan sebuah ’operasi pelucutan racun narkoba’ di salah satu ruangan di RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo. Operasi ini dalam istilah medis disebut ’’rapid detoxification’ atau pelucutan racun (narkoba) secara cepat.
Selaku wartawan, sebelum saya masuk ke ruangan operasi, Prof Husni minta saya ’meneken’ perjanjian tidak tertulis. Ada tiga poin penting yang harus saya pahami dan taati. Kesatu, tidak boleh memotret. Kedua, tidak boleh menyebut nama pasien yang dioperasi. Ketiga, -- yang ini boleh – menggunakan nama samaran terhadap pasien dan mendeskripsi jalannya ’operasi pelucutan’.
Saya jelas tidak mungkin bertahan untuk mengikuti jalannya operasi tersebut sampai tuntas. Soalnya, operasi berjalan antara 12 s.d. 24 jam. Saya mencoba bertahan sekitar 30 menit untuk menyaksikan jalannya operasi dan melihat reaksi pasien ketika operasi mulai bergulir. Yang saya lihat dan ingat bahwa begitu proses detoksasi berjalan, tubuh sang pasien setiap beberapa puluh detik akan tersentak kaget. Ini mungkin merupakan salah satu gambaran betapa beratnya racun narkoba harus berpisah dengan darah sang pasien.
Menurut Prof Husni Tanra, hingga usai detoksasi, racun narkoba di dalam darah (jika berhasil) pasien akan hilang atau berkurang. Akibatnya, darah dan tubuh pasien tersebut tidak bisa lagi menerima jika zat narkoba itu dikonsumsi oleh pasien kemudian. Kalau pun dia mengonsumsinya, rasa enaknya mungkin sudah hilang. Tetapi, secara psihis, rasa ingin sang pasien tidak akan hilang. Jadi, yang diselamatkan adalah membebaskan darah sang pasien dari racun narkoba. Cara detoksasi seperti ini membutuhkan motivasi tanpa henti.
Kemarin, saya menelepon lagi Prof Husni untuk menanyakan bagaimana dengan pasien detoksasinya dulu. Beliau mengatakan, tidak ada laporan yang sampai kepadanya.
Rehabilitasi narkoba, menurut Husni Tanra, selain melalui detoksasi, juga dapat dilakukan melalui obat oral (minum) yang dilakukan secara sadar oleh perorangan. Namun itu memerlukan waktu yang lama. Cara lain adalah dengan motivasi melalui rehabilitasi di tempat khusus dan pesantren. Mereka dinyatakan sembuh jika sama sekali tidak bersentuhan lagi dengan barang haram tersebut.
Mengacu dalam kasus Roy Marten. Memang ada hal yang sumir dalam testimoninya kepada salah satu harian di Jawa Timur. Meski dia berapi-api menyatakan perang terhadap narkoba, tetapi aktor ganteng tersebut tidak mampu memberikan jawaban pasti mengenai apakah dirinya benar-benar sudah bersih dari narkoba. Dia hanya mengakui bahwa perjuangan untuk bersih dari narkoba sangatlah susah.
Roy memang benar. Membebaskan diri dari narkoba benar-benar sangat susah. Seorang yang pernah berurusan dengan barang psikotropika ini tidak akan pernah bebas atau sembuh sepanjang masih terus berhubungan dengan barang haram tersebut. Persoalannya, racun narkoba telah menotok bagian penting dari saraf otaknya.
Roy sebenarnya memiliki niat yang suci ke Surabaya untuk secara jujur menyampaikan testimoninya meninggalkan barang haram tersebut. Tetapi, mengapa Roy Marten yang baru saja berbicara mengenai perang anti narkoba tiba-tiba terjebak lagi dalam kasus pesta narkoba dengan beberapa orang di salah satu hotel di Surabaya itu? Yang pasti, di hotel tempat menginap dia menemukan satu lingkungan yang favourable (menyenangkan) untuk menikmati barang tersebut. Aspek penunjang yang lain, dia bertemu lagi dengan salah seorang teman lamanya di sel tempat dia ditahan sebelumnya.
Jadi, sebenarnya, testimoni tidak menjamin dia akan meninggalkan kebiasaan sebelumnya. Apalagi, bagi mereka yang secara khusus tidak pernah menyampaikan pengakuan dosa di depan publik dan diliput media seperti yang dilakukan Roy Marten. Roy sudah memiliki ketergantungan. Dia sudah tahu dan merasakan enaknya mengonsumsi barang haram tersebut. Ketika menghadapi masalah, itu akan hilang ketika mereka kembali berurusan dengan psikotropika.
Bercermin pada kasus Roy Marten, testimoni dan meneken MoU anti narkoba ternyata tidak akan mampu mengalahkan keinginan mengonsumsi narkoba itu sendiri. Bayangkan, belum cukup 2 x 24 jam pasca testimoni dan MoU diteken, Roy Marten sudah ditangkap lagi. Dia mengatakan kepada pers sebelum ditangkap, pengguna narkoba tidak sepantasnya mendapat hukuman penjara. Rehabilitasi adalah tempat yang tepat untuk seorang pecandu memperbaiki dirinya, bukan penjara. Itu tidak akan menolong.
Statemen Roy Marten sangat benar. Penjara kini ternyata bukan tempat dan pilihan yang tepat sebagai lokasi para pecandu narkoba ’’ditobatkan’’. Soalnya, penjara pun bukan tempat yang steril bagi peredaran dan pengedaran barang haram tersebut. Sudah banyak kita baca dan ikuti di media cetak dan elektronik, akan maraknya transaksi narkoba di balik jeruji besi. Tampaknya, bisnis barang haram ini tidak peduli lagi. Tidak pandang lingkungan. Andaikata di kubur korban narkoba masih bisa menikmati barang psikotropika itu, mungkin ke sana bisnis barang setan ini akan menggebrak. Makanya, ada yang bilang, mereka yang pernah bersentuhan dengan narkoba dan tidak juga berhenti, sama dengan teken mati. Tinggal tunggu waktu saja. !

Tulisan ini dimuat di Harian Tribun Timur, 15 November 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar