Minggu, 17 Januari 2010

Jumpa Panglima GAM, Titip Istri & Anak

Judul : To See the Unseen
Penulis : Dokter Farid Husain
Editor : Salim Shahab & E.E.Siadari
Penerbit : Health & Hospital
Terbit : Tahun 2007
Tebal : 291 halaman

M.Jusuf Kalla (JK) terhenyak suatu saat. Farid Husain tidak pernah bicara seperti itu sebelumnya. Ke mana pun beliau tugaskan.
‘’Pak, saya ada satu permohonan’’.
‘’Apa itu, Rid?,’’ kata JK
‘’Saya titip anak dan istri, kalau-kalau terjadi hal yang tidak diinginkan dalam perjalanan saya’’ jawab Farid.
‘’Pasti, Farid,’’ jawab JK setelah penjelasan Farid Husain.
‘’Ada apa kamu berkata begitu?,’’ JK penasaran. Khawatir Farid punya firasat yang kurang baik atas perjalanannya itu.
Farid hanya menjawab dengan tenang dan santai. Dia katakan, tidak ada firasat apa-apa.
Dialog ini mewarnai saat-saat menegangkan menjelang Farid Husain berangkat ke Aceh. Menemui seorang paling didengar bicara dan perintahnya. Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Sofyan Daud.
Farid menyampaikan keinginan itu, setelah berkali-kali berkomunikasi dengan Sofyan Daud. Itu atas jasa baik seorang Mahyuddin. Atas bantuan dialah Farid beberapa kali berbicara dengan Sofyan Daud.
Penggalan dialog ini merupakan salah satu bagian isi buku To See the Unseen, yang ditulis dr.Farid Husain. Pada halaman 125 di bawah judul ‘’Menemui Panglima GAM di Hutan’’, mungkin merupakan bagian yang paling menegangkan dari buku ini. Farid telah menulis bagaikan seorang wartawan mereportase sebuah perjalanan menyabung nyawa. Perjalanan menuju sarang musuh.
Secara khusus saya ingin memberi penekanan bagian ini, karena Farid Husain (dibantu editor) mampu mendeskripsi saat-saat menegangkan perjalanannya. Ketika kita membaca bagian yang ini, seolah-olah para pembaca berada pada posisi Farid Husain. Di bagian awal, Farid mengajak pembaca untuk mengilas balik perjalanannya ke Aceh sebelumnya. Lalu, melapor ke Pak JK dan melakukan perjalanan.
Meski buku ini diberi sub judul ‘Kisah di Balik Damai Aceh’’, namun Farid juga merangkum kronologi perjalanan damai di Poso dan Ambon.
Jika kita simak, jalan berliku memang dilalui Farid membuka perdamaian. Yang saya bayangkan, dokter ahli bedah ini telah menempatkan diri sebagai seorang detektif. Yang melaksanakan pekerjaannya dengan sangat rapi dan tersamar. Bukan hanya itu, dia juga mampu meyakinkan pihak yang diajak berdamai mengikuti jalan pikirannya. Farid mampu melakonkan ini, karena dia menggunakan filosofi seorang dokter. Seolah masalah itu adalah pasien. Menghadapi pasien, mendiagnosanya, dan mencari obat yang tepat untuk menyembuhkan penyakit.
Farid kadang memberi pemahaman seperti ini tatkala bertiga naik Mercy menempuh jarak 100 km bersama Tengku Malik Mahmud dan Zaini Abdullah. Awal-awalnya mereka curiga juga, tetapi lama kelamaan mulai percaya. Sebuah perjuangan yang penuh onak dan duri dari seorang anak bangsa.
Salah seorang yang tidak dapat menyembunyikan kebanggaannya atas tugas Farid Husain ini adalah M.Jusuf Kalla. Banyak pihak berkomentar atas sukses Farid Husain meretas perdamaian ini. Di antaranya, JK berkomentar:
’’Jadi tugasnya (Farid), kalau dari sudut saya sebagai bekas pengusaha adalah menawarkan, menjual dan melaksanakan kegiatan purna jual. Kalau dari sisi dr. Farid sebagaimana dokter bedah, mulai dengan memeriksa, mengambil tindakan dan recovery. Tugas itu selalu dilaksanakan dengan tulus, bertanggung jawab dan dengan gembira, karena itu selalu saja dia dapat menemukan jalan yang kita tidak lihat.”
“Dokter Farid Husain orangnya memang luar biasa. Beliau adalah seorang yang sabar dan jujur serta tidak kenal putus asa dalam usahanya membawa pihak GAM-RI ke meja perundingan sejak dari tingkat permulaan..” (Malik Mahmoud, Mantan Perdana Menteri GAM)
“Saya selalu bangga terhadap perjuangan Rakyat Aceh menghadapi Kolonialisme Belanda di masa lalu. Kebanggan saya akan semakin mantap apabila Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih dapat mengamankan Persetujuan Helsinki dalam Kerangka NKRI. ” (Prof. Dr. Muladi, SH Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional RI)
“Saya tahu betul bagaimana Dr. Farid Husain melaksanakan tugasnya. Baik tugas umumnya sebagai deputi Menkokesra, karena disana ia melakukan koordinasi dengan Departemen Kesehatan, maupun tugas khususnya dalam menjajaki perdamaian Aceh. Bagi saya, Dr. Farid adalah sosok orang yang mampu melaksanakan tugasnya dengan penuh kepercayaan diri dan dedikasi yang tinggi”. (Dr. Achmad Sujudi, Sp.B, MHA, Menteri Kesehatan RI (1999-2004)
“Saat Bapak menjajaki perdamaian di Aceh, beliau tidak banyak cerita secara detail pada kami, anak-anaknya. Beliau begitu ceria, tanpa ada beban dan easy going. Sehingga kami pikir, itu tugas biasa. Setelah selesai semuanya dan kami baca di surat kabar, kami baru sadar, bahwa itu tugas yang berat dan berbahaya. Syukulah bapak selamat. Dan Aceh jadi damai.” (Faradillah Nona Farid Mahasiswi Kedokteran Univ Hasanuddin Makassar)
“Dalam pandangan saya, ada tiga poin yang menyebabkan Pak Farid dapat diterima oleh pihak GAM. Pertama, adalah kesabaran. Yang kedua, beliau tak harapkan hasil atau upah. Ikhlas. Yang ketiga, beliau suka bergaul dengan siapa saja”. (Zakaria Saman, Mantan Menteri Pertahanan GAM.
"Perundingan itu hampir kolaps. Tetapi Farid yang sepanjang hari itu diam saja, kemudian angkat bicara di penghujung hari itu. Dia berkata begini: ’Barangkali lebih bagus bila kita tidak konsentrasi pada hal-hal yang tidak kita setujui melainkan kepada yang sudah kita setujui. Mari kita akhiri dulu hari ini, dan mari kita tidur dan bermimpi yang indah untuk membuat yang terbaik dari apa-apa yang telah kita setujui’. Saya kira apa yang dilakukan oleh Farid adalah benar. Dia bahkan langsung mendapat simpati dari delegasi GAM. Zaini sampai bertepuk tangan dan mengatakan ini adalah kata-kata bagus dari dr Farid. Dan mereka pun setuju untuk mengendapkan masalah gencatan senjata.” (Juha Christensen, Managing Director Interpeace Indonesia
Suatu kebanggaan tersendiri bagi Farid adalah saat bertemu Hasan di Tiro. Pria ini sudah uzur sebenarnya, tetapi malah ke luar teras apartemennya untuk menjemput Farid. Orang-orang sekitar Hasan Tiro heran. Kok bisa-bisanya Hasan Tiro yang selalu mencegah dirinya terkena angin dingin itu keluar ‘’sarang’’-nya untuk bertemu seorang negosiator dari Indonesia yang bernama Farid Husain.
Mungkin lebih lengkap liku-liku perjalanan Farid Husain meretas damai di Aceh kita simak jika membaca bukunya.

M.Dahlan Abubakar
Staf Pengajar Fakultas Sastra Unhas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar